Wakil Rakyat yang Merakyat


Ada-ada saja. Anggota wakil rakyat membuat agenda yang sangat tidak ada bobotnya. Pernyataan aneh ini terlontar ketika membaca pada media massa yang up-to date. Bahwa, wakil rakyat akan membuat satu agenda untuk mengumumkan wakil rakyat yang sering bolos rapat. Bahkan, hal yang mengada-ada sebagai alasan—pun terlontar dari sejumlah anggota yang mempunyai motif politis—sebagai lawan politiknya yang semestinya “dijatuhkan” dengan cara politis juga. Ini alasan yang benar bagi mereka yang mengajukan agenda ini.

Jeneralis pun dilakukan dalam poin untuk beralasan. Salah satunya karena waktunya sudah mendekati Pemilu 2009. Kalau ada dari partai politik yang mengutarakan hal itu, sudah jelas nampak sebagai “alat” menjatuhkan lawan politiknya.

Pengamat pun mungkin juga sudah sangat mem-blok pada kekuasaan. Gap ini ada ketika hal ini diutarakan tapi tanggapan aneh dilontarkan pula oleh pengamat. Mereka (pengamat) sok mengerti tentang apa kerja revolusioner parpol untuk lebih dekat dengan konstituen. Hal mengada-ada pun dijadikan bahan untuk dirilis media massa, agar image negatif untuk sejumlah anggota DPR “kalah” telak. Mengapa hal ini menjadi suatu yang dibesar-besarkan?

Contoh, Taufik Kiemas tengah “dekat” dengan konstituennya. Hal yang seperti ini malah yang harus dilakukan oleh wakil rakyat lainnya, yakni dekat, lalu menampung apa saja keinginan rakyat. Salah satu keinginan rakyat misalnya agar harga sembako bisa terjangkau—pun ini sedang diusahakan oleh Megawati Soekarnoputri dalam kampanyenya, jika nanti ia terpilih sebagai presiden.

Kerja revolusioner seperti Megawati atau Taufik Kiemas ini yang sudah tidak dipunyai oleh wakil rakyat sekarang. Mereka hanya “merampas” suara rakyat agar bisa menjabat sebagai wakil rakyat atau eksekutif. “Kecerdasan” wakil rakyat tidak pernah selesai dalam mereformasi diri. Hal ini jelas sebagai serangan politis dari lawan politik, semisal lawan politik PDI-Perjuangan. Inilah yang dikatakan sebagai wakil rakyat yang merakyat.

Dari kejelian seperti ini semestinya menjadi bahan pertimbangan para parpol yang sudah sah “menjual” suara rakyat yang ada di legislatif maupun eksekutif. Harapan penulis hal ini jangan dijadikan suatu agenda “buang waktu” yang mengesampingkan keinginan rakyat.**

Tidak ada komentar: