Saya Tidak Akan Golput!


Seruan untuk tidak memilih alias golongan putih, seperti yang dilakukan Abdurrahman Wahid, alias Gus Dur sangat tidak mendidik. Dalam berbagai surat kabar nasional, seruan Gus Dur tersebut tersirat bahwa golput pun sebagai penghargaan terhadap hak azasi manusia (HAM) untuk tidak memilih. Dalam pandangan masyarakat awam, seruan tersebut sangatlah mengerdilkan pikiran masyarakat Indonesia yang sedang menjadikan dirinya sebagai manusia yang cerdas dalam berdemokrasi.

Pandangan masyarakat awam hanyalah pada saat mendatang, masyarakat tidaklah menjadi alat untuk meraih kekuasaan semata dari segelintir orang atau golongan. Kecerdasan pola pikir untuk menentukan pilihan dalam politik merupakan salah satu poin yang akan didapat ketika rakyat merasa sudah sedikitnya mengenyam pendidikan politik ke arah yang lebih maju lagi. Poin positif lainnya, ketika masyarakat semakin cerdas ketidakterkungkungan pola pikir akan memberikan kekayaan dalam demokrasi dan menambah maju kehidupan berbangsa. Ini adalah kemajuan demokrasi di mata dunia.

Apalagi, dunia internasional sudah menganggap demokrasi Indonesia sudah mengalami kemajuan. Kalau kita flashback beberapa waktu ke belakang, bahkan ada presiden dari negara adidaya menyebut bahwa Indonesia mengalami kemajuan dalam demokrasi. Ini merupakan amat membanggakan, karena akan sangat berefek sekali penilaian negara lain terhadap Indonesia.

Menurut Lembaga Survei Indonesia (LSI), perkembangan selanjutnya yang akan dihadapi pada Pemilu 2009 adalah swing voter (pemilih non-partisan) yang harus diantisipasi. Seperti data yang dipublikasi LSI, Saiful Mudjani menyebutkan jumlah swing voter pada Pemilu 2009 sekitar 33%, 22% swing voter negatif dan 11% yang positif. Sementara, dari masing-masing partai yang diuji dalam sampel LSI, Golkar, (rata-rata -5%), PKB (-5%), PPP (-4%), PAN (-3%), PDIP (-3%), dan PKS (-2%). Kecenderungan swing voter positif hanya terjadi pada Partai Demokrat (7%) dan membuka peluang Partai Gerinda menjadi 4%.

Karena kondisi yang diperkirakan akan seperti ini, mengapa seorang mantan presiden RI harus memperkeruh keadaan? Mengapa tidak mengarahkan agar masyarakat lebih independen dalam memilih sesuai yang diinginkan? Mengapa tidak mengarahkan kecerdasan politik masyarakat untuk memperjuangkan-minimal harga sembilan bahan pokok (sembako) bisa terjangkau? Terlebih, nanti ketika pendidikan politik masyarakat makin meningkat dan masyarakat akan semakin meningkatkan taraf hidup sehingga akan mengurangi pengangguran terbuka maupun terselubung.

Seruan Gus Dur merupakan seruan yang sangat tidak baik, sementara Gus Dur yang notabenenya seorang sangat dihormati dapat mengarahkan massanya untuk menentukan pilihannya untuk memperjuangkan sembako murah.**

Tidak ada komentar: