Selamat Berjuang, Bu...

Kembali dipertentangkan suara dalam pemilihan gubernur di Jawa Timur akan menjadi sejarah pertama kali dalam proses demokrasi di Indonesia untuk mengetahui kebenaran perhitungan suara riil. Kenyataan yang sangat mengejutkan ketika Kaji (Khofifah Indar Parawansa dan Mudjiono) pada sore hari perhitungan suara setelah proses pilgub selesai menang, tapi pada keesokan harinya ternyata Karsa (Soekarwo-Saifullah Yusuf) malah unggul atas Kaji. Ternyata setelah dikaji di Mahkamah Konstitusi memang terdapat kecurangan di beberapa daerah pemilihan di Jatim.

Seperti dikutip dari media cetak, elektronik dan online, serta sudah dipublikasikan oleh KPUD Jatim bahwa pasangan Soekarwo-Saifullah Yusuf (Karsa) atas pasangan Khofifah Indarparawansa-Mudjiono (Kaji). Karsa meraih 7.729.944 suara (50,20 persen), sedangkan Kaji 7.669.721 suara (49,80 persen). Selisih suara keduanya hanya 60.223. Perkembangan angka suara hasil akhir ini bumerang bagi Karsa untuk memenangkan pilgub Jatim. Memang benar, kebenaran itu harus diungkap sehingga tidak menjadi problematik di suatu saat nanti. Namun, angka suara hasil KPUD itu malah jadi masalah yang beberapa waktu sebelumnya diungkapkan oleh orang yang dijadikan bumper oleh oknum yang tidak bertanggung jawab itu.

Bangkalan dan Sampang adalah daerah yang akan menjadi saksi sejarah pemilihan ulang Kaji Vs Karsa. Sementara, Pamekasan menjadi saksi sejarah penghitungan ulang suara hasil pilgub Jatim awal minggu bulan November 2008 kemarin. Hal ini adalah kedewasaan masyarakat dalam berpolitik, sehingga apapun model kecurangan yang dilakukan oknum yang tidak bertanggung jawab dapat diminimalisir.

MK membuat sebuah kesimpulan akhir bahwa telah terjadi pelanggaran yang berpengaruh pada perolehan suara di tiga kabupaten itu. Salah satu buktinya adalah kontrak Soekarwo dengan Sekjen Asosiasi Kepala Desa Jatim serta surat pernyataan 19 kepala desa memenangkan Karsa. Ini fatal akibatnya.

Selain itu, demi kedewasaan politik di Indonesia yang melihat gender dari sudut pandang umum. Artinya, apapun jenis kelaminnya bisa memimpin, baik gubernur atau bahkan presiden, dengan catatan dia mampu memimpin dan dapat membawa yang dipimpinnya itu ke arah yang lebih baik (dalam hal ini sejahtera).

Seperti dirilis oleh media cetak dan online di Jakarta baik dalam berita maupun opini atau surat pembaca, gender dalam politik sudah bukan masalah. Hal ini memang dibuktikan dalam pengaruh dunia politik tidak terlepas dari kaum hawa yang bisa memimpin. Selain itu, baik dari seorang (yang mampu menjadi) pemimpin kaum hawa pun saling menopang. Dalam hal ini Kaji Vs Karsa, Ibu Megawati (mantan Presiden RI ke-5) mendukung penuh agar kader dan simpatisan PDI-Perjuangan memilih Khofifah. Ketua Umum DPP PDI-Perjuangan itu tidak canggung-canggung naik ke podium dan meminta loyalisnya untuk memberikan suaranya kepada pasangan Kaji.

Ini merupakan bukti bahwa ketika kaum hawa berpolitik, tidak segan-segan untuk saling membantu. Program-program yang dicanangkan oleh Kaji-pun dinilai sangat pro-rakyat. Inilah yang mesti dibulatkan dukungan, sehingga suara penuh nanti dalam pemilihan ulang di dua daerah itu (Bangkalan dan Sampang) serta penghitungan suara ulang di Pamekasan lebih mendukung Kaji untuk memimpin Jatim.

Saat ini sudah tidak lagi persoalan perempuan memimpin. Biasanya, sang ibu (perempuan) itu dalam berkeluarga ia adalah sangat memperhatikan seluruh anggota perkembangan keluarganya. Hal ini pun akan diterapkan oleh Kaji dalam memimpin Jatim—bahkan Bu Mega juga tengah memperjuangkan pertanian yang merupakan sektor penopang ekonomi bangsa.

“Si Ibu” (Megawati dan Khofifah) sangat peduli dalam sektor ini, maka dalam harapan bisa membangkitkan dan menggairahkan para pertanian agar masyarakat pun tak menyesal memilih Kaji atau Bu Mega. Semoga “si Ibu” unggul dalam pemilihan nanti, amin.**

Tidak ada komentar: