Kejagung Kendaraan Parpol Tertentu

Kejaksaan Agung harusnya bisa mengakomodir kemauan dari para korban yang selamat maupun keluarga korban yang hingga saat ini masih menyari anggota keluarganya yang belum pulang akibat “permainan” politik pada kasus penculikan aktivis 1997-1998. Sebagai departemen yang diamantkan untuk menegakkan hukum oleh negara tidak dapat berbuat lebih, tapi malah menjadi “antek” dari pelaku yang hingga kini masih berada di belakang layar.

Niat baik sebaiknya sejalan dengan teknis peradilannya. Namun, peradilan HAM (hak azasi manusia) yang dilakukan pada tahun 1999 atas 11 orang aktivis yang hilang, seyogyanya berbeda ketika menyikapi ke-13 orang aktivis yang hingga kini masih belum diketahui di mana keberadaannya.

Tindakan lain yang tidak menunjukkan niat baik Kejagung juga dikatakan Marwan Effendi, Jampidsus, yang menyebutkan bahwa berkas yang dibawa Komnas HAM belum memenuhi syarat hukum. Ini sudah sangat tidak bisa ditolelir. Karena, sudah terbukti adanya orang yang hilang dan beberapa berkas sudah dilampirkan tapi tidak ada tindakan untuk mengakomodir keinginan Komnas HAM, tapi malah beralasan lain.

Ini jelas aneh! Seharusnya Kejagung bisa berdampingan dengan Komnas HAM serta menyelesaikan hal ini, ya mungkin dengan membentuk pengadilan HAM Ad-hoc—seperti keinginan bersama antara DPR-RI dan Komnas HAM.

Hal yang menggelikan lagi, Hendarman Supandji, Jaksa Agung, kini sedang menemani Presiden SBY ke Bali. Apa memang ada keberanian Jaksa Agung untuk segera menyelesaikan persoalan ini?

Tidak ada komentar: