Misi Kepemimpinan Berikutnya


Sebenarnya sudah jelas sedang terjadi. Tidak semua hal yang meningkat itu akan sebagai kebanggan. Buktinya, tingkat kemiskinan dan kelaparan di Indonesia semakin meningkat. Terlebih sekarang bangsa yang judul dulunya adalah bangsa yang makmur, bahkan “sayu bisa jadi tanaman” itu tidak bisa lagi dijadikan jargon kita dalam menghadapi situasi global.

Pada beberapa minggu terakhir di bulan Desember 2008, Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis menyebutkan survei terhadap ketokohan SBY-Kalla menurun disebabkan buruknya kinerja pemerintah di bidang ekonomi. Karena pemerintahan SBY-Kalla tidak membawa perubahan yang lebih baik terhadap kesejahteraan dengan membuka lapangan pekerjaan bagi rakyat Indonesia. Kenyataan lain dari lembaga survei itu keberhasilan pemerintah akan menurunnya tingkat korupsi yang pernah dirilis oleh lembaga transparansi internasional hanya sebagai retorika keberhasilan pemerintah dalam menegakkan hukum penindakan koruptor.

Selain itu, LSI (Lingkar Survei Indonesia) pun pernah menyebutkan pada awal sebelum Puskaptis merilisnya—sebanyak 80 persen rakyat menilai pemerintah (SBY-Kalla) gagal mengendalikan harga sembako yang makin tak terjangkau rakyat. Rakyat semakin lapar dan tidak memenuhi kebutuhan makannya.

Situasi yang makin sulit juga akan kita lalui ketika kita akan bertemu “mimpi buruk” akan terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran pada awal tahun 2009. sejumlah kalangan ekonomi dan politik menyebutan bahwa sudah jelas ini sebagai “kekalahan” dari janji semu pemerintahan SBY-Kalla. Lebih jelasnya, beberapa lembaga survei sudah mempublikasikan data akurat mengenai terjadinya kenaikan jumlah pengangguran terbuka dan kemiskinan hingga 30 persen.

Ironinya, iklan di media massa maupun di papan billboard di pinggir-pinggir jalan malah tidak mendidik—dengan menyebutkan keberhasilan pemerintah dalam menjalankan roda pemerintahan yang awalnya sudah dibumbui janji-janji pada saat kampanye Pilpres 2004. Inilah yang mestinya kita sebagai unsur dari republik ini, sebagai rakyat harus jeli memilih siapa yang akan kita jadikan pemimpin yang layak membangun ekonomi kerakyatan ke depan.

Awal 2009 merupakan tempaan hebat untuk bangsa ini, pengalaman sudah mengajarkan kita harus memilih siapa. Minimal dan maksimalnya, kebutuhan sembako rakyat kembali terpenuhi. Agar, generasi penerus nanti memiliki kecerdasan yang lebih baik daripada sekarang. Kebutuhan gizi anak-anak sebagai generasi penerus itu harus jadi prioritas kita. Semoga hal ini (memikirkan “makan” seluruh rakyat Indonesia) menjadi dasar penetapan segala kebijakan pemimpin kita di periode berikutnya—membangun ekonomi kerakyatanlah jawabannya.***

Tidak ada komentar: