Mengusut Kasus Orang Hilang


Kasus orang hilang pada 1997-1998 jelas tak boleh dilupakan dan harus terus diusut. Persoalannya, upaya membongkar lagi ihwal tragedi ini mengundang kontroversi karena yang berinisiatif adalah Dewan Perwakilan Rakyat. Pengusutan kasus pelanggaran hak asasi manusia ini seharusnya diserahkan ke kejaksaan.

Langkah DPR sekarang terlalu jauh masuk ke urusan penegakan hukum. Lewat panitia khusus, lembaga ini hendak memanggil tiga jenderal, yakni Wiranto, Prabowo Subianto, dan Susilo Bambang Yudhoyono. Mereka diduga terlibat atau paling tidak mengetahui ihwal penculikan aktivis sekitar sepuluh tahun yang lalu itu. Pemanggilan ini tidak akan menuntaskan persoalan, karena DPR bukanlah lembaga penegak hukum dan bukan pula yudikatif.

Kasus orang hilang selama ini telah diusut oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Walau pelaku penculikan telah diadili secara militer, perkara ini tuntas. Yang dihukum hanya para prajurit, itu pun dengan ganjaran ringan. Komnas HAM juga mengungkapkan, masih ada 14 kasus orang hilang yang belum terungkap. Hasil pengusutan ini sudah diserahkan ke Kejaksaan Agung dua tahun lalu, tapi sampai kini tak ada kabarnya.

Itulah yang seharusnya dipersoalkan oleh wakil rakyat. DPR mesti meminta penjelasan Komnas HAM dan kejaksaan mengenai temuan mereka. Jika memang ditemukan pelanggaran berat hak asasi manusia, DPR harus segera meminta pemerintah membentuk pengadilan HAM ad hoc.

Mekanisme itu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26/2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, yang telah dikoreksi oleh Mahkamah Konstitusi. Sebelumnya, DPR merasa berhak membongkar kasus pelanggaran hak asasi manusia lewat pembentukan panitia khusus lantaran penjelasan undang-undang membuka tafsir seperti itu. Tapi aturan itu telah dihapus MK, sehingga usulan pembentukan pengadilan hak asasi hanya bisa dilakukan berdasarkan pengusutan penegak hukum.

Tidaklah penting apakah upaya Senayan mengangkat lagi kasus orang hilang itu lebih bermotif politis. Tiga jenderal yang dipanggil kebetulan akan bertarung dalam pemilihan presiden tahun depan. Dalam demokrasi, motif seperti ini sah-sah saja dan justru harus didorong agar kita memperoleh pemimpin yang benar-benar bersih. Kendati begitu, para politikus tak boleh menabrak aturan main, apalagi melanggar undang-undang.

Khalayak akan lebih bersimpati jika para wakil rakyat menghormati hukum. Jika memang serius membongkar kasus ini, mereka mesti berancang-ancang mengeluarkan rekomendasi agar pemerintah membentuk pengadilan hak asasi. Kejaksaan Agung bisa diminta memeriksa jenderal yang diduga terlibat kasus orang hilang bila temuan Komnas HAM dinilai belum cukup.

Desakan layak pula ditujukan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, karena kejaksaan berada dalam kendalinya. Dan Presiden pun tidak perlu ragu mengusut kasus orang hilang. Langkah ini justru akan menunjukkan kepada publik bahwa dugaan pelanggaran hak asasi ini tidak ada sangkut-pautnya dengan dirinya.

Tidak ada komentar: