Up To You or Re-General Election


Apa pun langkah yang akan diambil oleh Presiden, Tim Verifikasi Fakta dan Proses Hukum kasus Chandra M. Hamzah dan Bibit Samad Rianto alias Tim 8 telah membuat sejarah. Mereka tak sekadar menyarankan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menghentikan kasus kedua pejabat nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi itu. Tim ini juga berani merekomendasikan agar pejabat yang bertanggung jawab atas pemaksaan kasus ini diberi sanksi.

Rekomendasi itu didukung dengan temuan-temuan penting yang dituangkan dalam laporan setebal 31 halaman. Di situ tergambar jelas kejanggalan kasus Bibit-Chandra, dari landasan penyidikan hingga penerapan delik. Kesimpulannya pun tegas: tuduhan bahwa kedua tersangka melakukan pemerasan terhadap Anggoro Widjojo--tersangka kasus korupsi PT Masaro Radiokom--dibangun lewat bukti-bukti yang lemah. Begitu pula, tuduhan penyalahgunaan wewenang terhadap mereka amat dipaksakan.

Pemaksaan kasus Bibit-Chandra diduga dipicu oleh konflik antara kepolisian dan KPK. Perseteruan ini memanas setelah telepon Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Susno Duadji tersadap KPK. Tim 8 juga mencatat adanya praktek mafia hukum. Indikasinya adalah rekaman pembicaraan Anggodo Widjojo, adik Anggoro, dengan pejabat kejaksaan dan kepolisian yang diperdengarkan di Mahkamah Konstitusi.

Itulah poin penting laporan Tim 8 yang disampaikan kepada Presiden kemarin. Temuan ini membuktikan bahwa kecurigaan publik selama ini tidaklah mengada-ada atau hanya didasari pembelaan yang membabi-buta terhadap KPK. Rasa keadilan masyarakat yang terusik ini ditumpahkan lewat aksi protes di dunia maya maupun lewat demonstrasi di berbagai kota.

Presiden Yudhoyono seharusnya tidak berpikir terlalu lama untuk melaksanakan rekomendasi itu. Yang harus diingat, melaksanakan rekomendasi ini tidak berarti mengintervensi proses hukum. Bila memang tak cukup bukti--kejaksaan telah beberapa kali mengembalikan berkas Bibit dan Chandra--mengapa harus dilanjutkan?

Hukum menyediakan jalan keluar untuk ini, yakni kepolisian menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) atau kejaksaan menerbitkan surat keputusan penghentian penuntutan (SKPP). Dengan alasan demi kepentingan umum, Jaksa Agung juga dapat mendeponir perkara ini.

Tragedi Bibit-Chandra harus pula dijadikan momentum untuk mereformasi total kepolisian dan kejaksaan. Publik akan menganggap pemerintah tidak serius memerangi korupsi, termasuk memberantas mafia hukum, jika pejabat yang terlibat permainan ini dibiarkan saja. Kredibilitas pemerintah juga akan semakin diragukan bila pejabat yang bertanggung atas rekayasa kasus Bibit-Chandra tidak diberi sanksi setimpal.

Pemerintah tak perlu membuat publik semakin kecewa dan kehilangan harapan. Inilah saatnya Presiden Yudhoyono membuat gebrakan besar untuk membenahi karut-marut penegakan hukum di negeri ini. Pemerintah melakukan kesalahan besar jika momen bersejarah yang dirintis Tim 8 disia-siakan.


Sumber: Tempo Interaktif

Tidak ada komentar: