Apa Bedanya?


Susno Duadji memecut saya buka kamus. Tentu bukan karena kepala Bareskrim Markas Besar Kepolisian itu melontarkan istilah hukum yang ruwet-rumit dalam berbagai pollung di televisi, melainkan disebabkan metaforanya yang terpegah, cicak melawan buaya, untuk menggambarkan ketaksebandingan kuasa antara Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kepolisian sebagai sesama lembaga penegak hukum.

Selaku orang yang mewajibkan diri mematut-matut apa pun yang berkelindan dengan bahasa sendiri, saya merasa bahwa cecak oleh pekamus macam WJS Poerwadarminta dianggap sebagai bentuk baku bagi sebutan binatang merayap yang kerap tampak di dinding maupun di langit-langit rumah itu. Betul saja, baik Kamus Umum Mas Poer maupun Kamus Besar Pusat Bahasa (semua edisi) sama-sama memperlakukan cecak sebagai wujud baku dan mendudukkan cicak selaku varian tak baku.

Google bersaksi lain. Penyelisikan pada 19 November 2009 pukul 9.41 waktu Jakarta: 162.000 untuk cecak dan 2.210.000 bagi cicak. Saya tak sempat periksa dengan rinci apakah penggelembungan ketergunaan cicak ini berkat budi baik Susno Duadji.

Di bangku taman kanak-kanak hewan bernama semestawi Hemidactylus frenatus itu diperkenalkan kepada anak-anak Indonesia melalui dendang: ”cicak-cicak di dinding, diam-diam merayap, datang seekor nyamuk, hap! lalu ditangkap”. Bisa saja alasan bunyi ”i”—sebab ada dinding yang diperdengarkan kemudian dalam baris itu—yang mendasari pemakaian kata cicak dalam lagu ini. Namun, kesengajaan menyimpang dari bentuk baku, cecak, atas nama licentia poetica tak selalu merasuki kesadaran kaum awam. Itu barangkali sebabnya seorang Susno Duadji dan pebahasa Indonesia dalam jumlah yang lebih serta-merta melafazkan cicak. Tinggallah cecak membaku dan membeku di dalam kamus dan sesekali membesut dalam teks.

Pekamus lain, John M Echols dan Hassan Shadily, justru memutuskan cicak, small house lizard, sebagai sosok baku. Pebahasa Inggris diperintahkannya pada lema cecak untuk mengail padanan dari entri cicak.

Bagi saya cecak dan cicak, atas nama proses ablaut dalam linguistik, setali tiga uang. Namun, bagi mereka yang mau berketat-ketat dengan kebakuan, ini saran saya. Di kamus cecak terjumpa dalam tiga lema. Satu sudah kita bahas. Dua lainnya: cecak sebagai kata kerja dan berasal dari bahasa Minangkabu bermakna cubit; cecak selaku kata benda dengan arti ’bintik-bintik atau belang-belang kecil’.

Cicak? Tercatat hanya punya satu makna. Dia belum berhomonim. Bebannya ringan, dibandingkan dengan cecak yang menggendong tiga takrif. Maka, dengan lafaz Susno Duadji yang diperdengarkan televisi hari-hari ini sebagai momentum, ini saatnya melantik cicak dengan beban (makna) yang lebih enteng sebagai figur baku. Ini sesuai dengan tuntutan bahasa modern yang berupaya meminimalkan beban setiap kata.

Oh, ya, saya hampir lupa mengintroduksi Bareskrim. Tentu ini bukan cara lain menulis bar es krim, tempat minum dan kongko-kongko dengan es krim sebagai suguhan utama. Bareskrim adalah nama bagian di lembaga Kepolisian Republik Indonesia, akronim dari Badan Reserse Kriminal.(Salomo Simanungkalit)


Sumber: Kompas Online

Tidak ada komentar: