Berebut Nafkah di Komisi Basah


KOMISI adalah salah satu lembaga di DPR yang menjadi incaran para wakil rakyat karena di komisi itulah tersimpan komisi yang menggiurkan, baik karena budaya rente maupun budaya korupsi.

Hari-hari belakangan ini partai-partai dan para wakil rakyat sibuk memperebutkan posisi di sebelas komisi yang tersedia. Perebutan posisi itu sekaligus mencerminkan apa sesungguhnya motivasi mereka menjadi anggota DPR. Apakah mereka ke Senayan karena nafkah atau karena pengabdian.

Pengalaman sejauh ini dengan jelas memperlihatkan motivasi nafkah jauh lebih dominan daripada motivasi pengabdian. Karena itu, mereka mengincar komisi yang memiliki banyak proyek atau komisi basah.

Contoh komisi basah, sebagian mereka menyebutnya sebagai komisi mata air, ialah Komisi IV yang membidangi sektor pertanian dan kehutanan, Komisi V membidangi perhubungan, Komisi VI membidangi perdagangan dan koperasi, Komisi VII membidangi energi dan mineral, Komisi X membidangi pendidikan dan pariwisata, serta Komisi XI yang membidangi keuangan.

Semua partai dan fraksi berlomba merebut kedudukan ketua atau wakil ketua yang mungkin diraih dalam komisi-komisi basah itu. Karena gagal mendudukkan wakil partai di komisi basah, sama artinya gagal mengamankan sumber pemasukan partai.

Pertanyaannya adalah bukankah DPR lembaga legislatif yang tidak memiliki portofolio proyek dan tidak mengendalikan anggaran? Bagaimana lembaga seperti itu menjadi ladang uang bagi partai-partai?

Dalam keadaan normal, itu adalah pertanyaan wajar dan lazim. Akan tetapi, dalam konteks Indonesia, harus diakui, itu pertanyaan naif.

Tertangkap basahnya para wakil rakyat kita oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam berbagai kasus menceritakan dengan gamblang bagaimana modus oknum wakil rakyat mengeruk fulus dari komisi basah. Kasus-kasus itu adalah juga kisah buruk tentang bagaimana oknum partai mendapatkan uang dari komisi mata air.

Ironisnya, penangkapan-penangkapan itu sama sekali tidak menimbulkan efek jera. Perebutan posisi di komisi-komisi basah menjadi petunjuk betapa semua yang pernah terjadi akan terus berlangsung. Buat apa memperebutkan komisi basah kalau tidak ada motif mendapatkan manfaat? Mengapa bersusah-payah memperjuangkan kedudukan di komisi mata air bila hanya akan duduk manis dan makan gaji murni dari sana?

Semestinya, seluruh wakil rakyat, fraksi, dan partai tidak perlu memilih-milih komisi. Di mana pun mereka mendapat tempat, di situlah semestinya mereka mendedikasikan seluruh pengabdian dan kemampuan demi rakyat, bangsa, dan negara. Tetapi spirit seperti itu telah tergerus motif korupsi dan kolusi. Itu menyedihkan dan memprihatinkan.

Karena itu, inilah saatnya bagi rakyat untuk mengawasi dan memberi sanksi bagi wakil-wakil mereka bila kedapatan bertindak tidak terpuji. Ini juga kesempatan KPK untuk membuktikan, betapa pun dilemahkan secara sistematis, lembaga ini tetap tegas kepada wakil rakyat yang korup.

Sumber: Media Indonesia Online

Tidak ada komentar: